About

Orang Indonesia belum makan namanya kalau belum makan nasi. Pada tahun 2011, Indonesia adalah negara dengan rakyat pengkonsumsi beras terbesar di dunia mencapai angka 139 kg/kapita/tahun dan hingga sekarang masih menjadi yang terbesar, jumlah penduduknya sekitar 240 juta jiwa. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49% tiap tahunnya, otomatis hal itu akan seiring peningkatan kebutuhan konsumsi beras masyarakat Indonesia.

Saat ini lahan padi semakin hari semakin sempit akibat alihfungsi lahan untuk Industri, perumahan, dan lain-lain. Global warming yang menyebabkan perubahan iklim yang tidak menentu juga menyebabkan turunnya produktivitas tanaman padi di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan cadangan beras rakyatnya, mutlak pemerintah harus mengimpor beras dari luar negeri. Importasi beras ini akan terus meningkat bahkan hingga ke titik impor tertinggi jika kondisi dilematis tersebut tidak dapat diatasi. Bayangkan jika terus menerus seperti ini, maka konsumsi pangan rakyat kita akan bergantung kepada impor, dan jika suatu saat terjadi gejolak harga beras di pasar Internasional, maka akan tidak sedikit rakyat yang kelaparan. Ketergantungan ini mengancam ketahanan pangan bangsa dengan kata lain rawan pangan. Maka dari itu masalah ini harus segera dicegah.

Salah satu jalan keluarnya adalah harus mulai mengubah paradigma masyarakat bahwa pangan sumber energi bukan hanya beras yang ada di Indonesia, berbagai macam sumber alternatif pangan pokok tersedia banyak di negeri ini, salah satunya singkong (ubi kayu). Permasalahan ini adalah tentang mindset dan sesuatu yang harus dibiasakan mulai sekarang oleh generasi mudanya untuk memulai perubahan kemudian menjaga dan melindungi generasi berikutnya.

SingkongDay adalah sebuah inovasi yang telah dijalankan sebagai salah satu wujud nyata untuk mencegah masalah kerawanan pangan di negeri ini akibat ketergantungan beras masyarakatanya. SingkongDay adalah hari di mana masyarakat diajak untuk mengkonsumsi singkong bersama serentak  pada tanggal 7 Oktober setiap tahunnya. Waktu konsumsi singkong pada hari itu tergantung pada masyarakat, apakah itu diwaktu sarapan, makan siang, makan malam atau saat santai (ngemil), yang jelas pada hari itu masyarakat mengkonsumsi singkong dan membagi ceritanya melalui foto maupun artikel cerita ke jejaring sosial SingkongDay.

SingkongDay pada mulanya merupakan bentuk keprihatinan atas kondisi masyarakat terhadap ancaman kerawanan pangan seperti yang telah dijelaskan di awal. Sehingga pada bulan Maret 2012, muncullah pemikiran untuk menginisiasi sebuah momen untuk membumikan pangan lokal dengan cara kampanye kreatif.

Jika tanggal 1 Januari adalah tahun baru, 17 Agustus adalah hari Proklamasi, 2 Oktober adalah hari Batik Nasional, maka kenapa tidak jika setiap tanggal 7 Oktober adalah hari makan singkong.

Jika hari-hari tertentu orang merayakan sesuatu dengan alasan tertentu, maka tidak salah jika setiap tanggal 7 Oktober kita merayakan SingkongDay sebagai simbol membumikan pangan lokal di masyarakat yang kini dalam jerat ancaman krisis pangan akibat ketergantungannya terhadap satu jenis makanan pokok.

Perayaan SingkongDay dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun dan dalam bentuk apapun yang tidak melanggar kaidah atau aturan yang berlaku. Dalam menunjang kampanye ini, dibuat beberapa program agar visi dan misinya efektif tercapai di masyarakat. Pada dasarnya kampanye ini bertujuan untuk menginspirasi masyarakat dan anak muda khususnya untuk mulai mengkonsumsi pangan yang berimbang dan beragam yang banyak tersebar luas di Indonesia sebagai kekayaan alam yang diberikan Tuhan kepada kita. Gerakan ini dimulai dengan mengangkat singkong sebagai tanaman pangan dengan jumlah terbesar kedua yang diproduksi di Indonesia setelah padi (BPS). Selanjutnya diharapkan masyarakat terinspirasi untuk mulai melakukan diversifikasi pangan sesuai dengan kekayaan dan kearifan lokal yang ada di lingkungannya masing-masing. Selain itu, dengan adanya gerakan kampanye kreatif ini secara konsisten dan berkelanjutan, mampu menekan ketergantungan dan konsumsi beras (nasi) berlebih di negara ini agar terhindar dari kerawanan pangan dan tentunya untuk generasi yang lebih baik.